Sunday, June 17, 2012

Rusun Al-Azhar, Asrama Kita


Halo semuaaa...! Pagi hari tadi gue habis acara perpisahan kelas 9 nih. Rasanya sedih, harus meninggalkan madrasah tercinta dengan kenangan-kenangan yang sudah tercetak dalam hati ini. Pasti akan sulit untuk melupakan semuanya.
Salah satu kenangan terbaik yang gue miliki adalah bersama teman-teman sekelas gue saat di asrama. Di tengah-tengah waktu santai ini, gue ingin bercerita kepada kalian semua tentang asrama yang gue tempati selama di MTs ini. Gue inget pernah posting tentang ini. Namun penulisan posting yang lama cukup berantakan. Jadi gue putuskan untuk me-remake posting tentang asrama gue. Selamat membaca...
Kalo lo mengikuti posting-posting gue sebelumnya, lo pasti tahu kalo gue adalah anak Acceleration Class Program alias ACP. ACP mewajibkan bagi para siswanya untuk tinggal di asrama agar lebih fokus belajar. So, selama dua tahun ini gue tinggal bersama temen-temen gue di asrama.
Asrama tempat gue tinggal lebih dikenal dengan nama ‘Mahad Al-Azhar’.  Program di asrama memang bukan hanya untuk memforsir para muridnya dengan pelajaran-pelajaran tambahan, namun juga memberikan pendidikan islami layaknya pondok pesantren, seperti kitab kuning, kitab gundul, dan kitab-kitab lainnya. Oleh karena itu, asrama ini diberi nama ‘mahad’ agar terkesan islami.
Mungkin kedengarannya elit banget. Gue anak kelas akselerasi, dan gue mendapatkan fasilitas boarding school alias asrama atau mahad. Namun, dibalik semua itu ada banyak hal absurd yang tak nampak. Semua itu berasal dari para penghuninya, terutama para cowok.
Salah satu contohnya datang dari seorang cowok yang punya tampang keren. Dia memiliki banyak fans hampir di setiap kelas di MTs. Namun, anak itu suka ngentut. Dan hal ini hanya diketahui oleh penghuni mahad. Seringkali kentutnya nggak bersuara, namun baunya lebih nggak enak dari kentut beruang. Mungkin dia memang sengaja menyamarkan suara kentutnya, agar ketika semua anak sedang lengah, ia bisa membuang gas beracunnya itu tanpa diketahui, hingga ia bisa membunuh hidung milik temannya.
Namun, ada juga anak yang nggak suka buang-buang kentut. Dia sayang banget sama kentutnya. Saat kepepet akan meledak, dia langsung mencari seorang temannya. Dia tempelkan pantatnya ke pantat orang lain, lalu melakukan semacam ‘transfer kentut’. “Daripada mubadzir, lebih baik diberikan kepada teman,” begitu katanya.
Kalo menurut gue, asrama gue ini lebih pantas disebut rusun (rumah susun). Gimana nggak? Keadaan di Mahad Al-Azhar emang bener-bener absurd dan nggak jelas, persis rusun. Ada handuk-handuk yang dijemur sembarangan, ada ustadzah yang galak banget dan lebih mirip penagih uang sewa rusun, ada banyak kucing liar yang doyan gangguin anak-anak pas makan, ada anak yang suka ngambil celana dalem temennya terus dilempar-lempar ke teras, ada anak pacaran, bahkan ada beberapa anak yang maho di sana.
Masalah anak yang maho, ada kisah unik dari ‘sepasang’ lelaki. Dua anak tersebut mesra banget. Setiap kali mereka berpapasan pasti peluk-pelukan dan cipika-cipiki. Mesra banget, dan itu menjadi salah satu hiburan tersendiri bagi kita yang melihatnya.
Suka duka telah gue lalui di Mahad Al-Azhar selama dua tahun ini. Bagaimana pun juga, gue sedih harus meninggalkan ini semua. Banyak hal yang sudah gue lalui di sini, dan itu membuat gue menjadi lebih berpengalaman. Di sini pertama kalinya gue main layangan, ngerusak laptop temen, pacaran sama cowok, dan banyak lainnya.
Hanya satu harapan gue buat mahad. Gue berharap, mahad bisa jadi lebih baik dari sekarang. Gue ingin generasi penerus gue menjadi orang baik-baik. Nggak kayak kita, kakak-kakaknya yang absurd begini.
Dan jangan lupa, nantikan cerita berikutnya ya..!!!

Thursday, June 14, 2012

Kesan yang Ditinggalkan


Halo, teman-teman semua. Udah lama banget ya, gue nggak posting. Gue jadi kasihan sama kalian, udah kelamaan nungguin cerita dari gue. Kalian kok pada pasang wajah melas ya? Eh, lo yang dipojokan sana jangan nangis dong. Udah, sini deh.. Semuanya dapet *pukpuk* gratis dari gue. Gue baik kan? So pasti dong, gue gitu loh.
Oke, cukup basa-basinya dan mari kita mulai cerita hari ini.
Gue ingin berbagi kisah tentang kesan-kesan yang pernah gue tinggalkan di MTsN Kediri 2 selama gue sekolah di sana. Yang gue bicarakan di sini adalah kesan yang (mungkin) baik bagi orang-orang. Soalnya, kalo gue cerita tentang kesan yang buruk, itu namanya membuka aib. Kata ibu itu nggak boleh dilakukan, walau gue sering juga sih, buka-buka aib pada posting lainnya.
Kesan yang gue bicarakan di sini berkaitan dengan sifat ke-PD-an gue yang berkembang secara abnormal dalam jiwa gue. Itu semua berkaitan dengan ‘kreasi’, ‘panggung’, dan ‘banyak orang’. Dengan kata lain, ini semua berkaitan dengan pengalaman gue saat tampil di muka umum selama gue ada di MTsN Kediri 2.
PD alias percaya diri udah merupakan harga mati dalam hidup gue. Saking PeDenya gue, sifat itu bagaikan sudah mendarah daging hati jantung otak pundak lutut kaki dan lain-lainnya. Bahkan nggak main-main, saat hari pertama masuk MTs, gue sudah berani maju ke muka umum. Waktu itu masih matrikulasi. Yang masuk sekolah hanya calon murid kelas excellent dan akselerasi. Saat itu, kita semua masih pake seragam dari SD masing-masing.
Matrikulasi adalah pelajaran yang harus diambil oleh calon siswa kelas excellent dan akselerasi. Matrikulasi bertujuan untuk memperdalam materi bahasa inggris dan bahasa arab, agar tak kesulitan saat mulai sekolah nanti. Jumlah calon siswa yang ada sekitar 80 itu dibagi menjadi enam kelompok. Kegiatan ini berlangsung selama beberapa minggu, dan gue sangat enjoy menjalaninya.
Saat itu adalah jam pelajaran bahasa arab. Di hari pertama ini, semua kelompok dikumpulkan jadi satu di aula. Kita diajarkan sebuah lagu berbahasa arab yang judunya ‘Assalamualaikum’. Habis diajarin, sang tutor meminta seorang anak untuk maju dan menyanyikan lagu tadi. Gue tengok kanan kiri. Gue melihat anak-anak pada pasang wajah khawatir. Dari wajah cemas mereka, terpancar kata-kata “Gimana kalo gue yang dipilih?”
Entah bagaimana ceritanya, gue jadi kasihan sama mereka. Tanpa basa-basi lagi, gue langsung acungkan jari tangan gue dan langsung maju. Gue nyanyi dengan PD-nya di depan banyak anak. Gue tetep pasang wajah nggak berdosa, padahal banyak salahnya. Yang penting gue bangga bisa membuat kesan pertama, dan membuat orang-orang kenal gue. Mungkin gara-gara itu, gue dijadikan ketua kelompok oleh temen-temen.
Pernah juga gue tampil bareng temen-temen gue sekelas pada perpisahan kelas 9 tahun lalu, di aula MTs. Waktu itu kita menampilkan drama berjudul ‘Andhe-Andhe Lumut’. Pasti lo sudah banyak yang tahu, kalo kisah ini bercerita tentang seorang pangeran yang sedang mencari cinta. Pangeran itu akhirnya jatuh cinta pada seorang gadis yang merupakan anak tiri dari seorang janda. Gadis yang dicintai pangeran itu selalu dicaci maki dan disuruh-suruh layaknya pembantu oleh saudara-saudara tirinya. Namun karena kekuatan cinta, gadis itu pun bisa menikah dengan pangeran.
Begitulah kurang lebih ceritanya (seinget gue). Kisah di atas bisa dibilang cukup epic. Namun, dengan bantuan dari guru bahasa indonesia dan guru bahasa jawa, kelas kami berhasil mendaur ulang cerita rakyat tersebut menjadi lakon yang lucu. Di dalam ceritanya, terdapat juga seorang lelaki yang berperilaku layaknya perempuan (baca : banci) bernama Klenting Ganyong. Sialnya, gue lah yang harus memerankan tokoh itu.
Awalnya, gue takut kejantanan gue sebagai laki-laki akan memudar jika menerima peran itu. Namun, apa daya gue? Hanya gue anak yang bisa berperan menjadi apa pun di atas panggung. Lagipula jika gue nggak mau memerankan tokoh itu, gue terancam nggak akan tampil dalam lakon ini. Akhirnya, dengan berat hati gue menerima peran ini.
Namun, akhirnya gue nggak nyesel. Setelah itu, semakin banyak orang yang mengenal gue. Bisa dibilang, gue semakin terkenal gara-gara ini. Selain itu, gue jadi ngerti tentang satu hal. Jika berdandan seperti cewek, gue benar-benar terlihat cantik. Gue sampai jatuh cinta sama diri gue sendiri! Gile, sodara-sodara!
Semua tadi gue lakukan saat kelas satu. Setelah berganti tahun pelajaran, gue naik jadi kelas dua. Pas kelas dua ini, gue menjadi ketua kelas berdasarkan hasil voting. Awalnya gue takut jadi ketua kelas, karena tanggung jawabnya yang besar benget. Namun lama-kelamaan gue enjoy juga, karena kerjanya ketua kelas ternyata lebih enteng daripada sekretaris. Bagaimana gue bisa tahu? Karena saat kelas satu, gue lah yang menjadi sekretarisnya. Protes?!
Selama gue memimpin ACP2, bisa dibilang kita lebih sukses daripada tahun lalu. Tahun ini kita berhasil meraih juara pertama pada setiap perlombaan antar kelas yang kita ikuti. Yang pertama adalah lomba mading antar kelas, kita mendapat juara 1 untuk kategori kelas 9. Yang kedua dan ketiga adalah lomba kelas terpadu alias kelas terbersih dan lomba yel-yel saat jalan santai, kita juga mendapat juara 1 mengalahkan seluruh kelas tujuh sampai sembilan.
Semua itu tak lepas dari peran seluruh anggota kelas yang sudah mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai yang terbaik. Terutama anak cewek, yang paling banyak kerjanya, membersihkan kelas dalam lomba kelas terpadu. Selain itu, wali kelas kami, Bu Eka yang rajin menemani, memberi dukungan, dan memasakkan makanan yang sehat untuk kami semua. Juga Pak John, pengurus program akselerasi yang baru, yang mengizinkan kami mengikuti berbagai macam lomba. Kesempatan ini tak banyak kami jumpai pada tahun pertama, karena memang pengurus akselerasi yang lama nggak memperbolehkan kita ikut banyak kegiatan sekolah.
Kembali ke topik pertama, gue juga pernah tampil pidato dadakan saat buka puasa bersama kelas 8. Ceritanya nih, sebelum buka puasa, anak-anak disuruh mendengarkan pidato seputar islam dari seorang siswi kelas 8I, namanya Risma. Pas dia sudah selesai ngomong di depan anak-anak, masih ada waktu beberapa belas menit sebelum waktu berbuka. Tiba-tiba, seorang guru menantang anak cowok ACP2 untuk pidato secara spontan di depan semua anak. Katanya, beliau ingin mengetahui kemampuan anak-anak kelas kita. Semua anak langsung menunjuk ke arah gue.
Busyet, kenapa harus gue?! Si Risma sih enak, dia udah latihan selama beberapa minggu. Sedangkan gue, harus tampil spontan! Terpaksa deh, gue mikir-mikir sebentar, lalu mendapat ide untuk pidato tentang silaturahmi. Ya udah, gue maju ke depan anak-anak dan ngomong ceplas-ceplos aja. Biarpun agak gugup juga sih, tapi gue seneng dan bangga banget. Hehe.
Setelah sekian lama menjalani tahun kedua ini, mental gue semakin terasah. Gue semakin PeDe dan pemberani. Hingga tibalah hari peringatan HUT Matsanda (MTsN Kediri 2). Sebenernya, hari jadinya sih masih tanggal 16 Maret. Namun sebelum itu, pada hari Minggu, 11 Maret 2012 Matsanda mengadakan jalan santai untuk memeriahkan HUT-nya. Pada jalan santai kali inilah, ada lomba yel-yel terbaik. Dan kelas gue lah yang mendapat juara pertama.
Seperti biasanya, selalu ada pentas dan pembagian doorprize sesudah jalan santai. Kebanyakan anak-anak sih menampilkan band dan karaoke lagu dangdut. Namun gue berani menampilkan hal yang berbeda dan baru, yakni stand up comedy. Memang, waktu itu gue baru mengenal stand up comedy, dan gue langsung tertarik untuk mencobanya. Saat mendengar ada seleksi untuk tampil saat pentas HUT Matsanda, gue langsung mendaftarkan diri gue untuk menampilkan stand up comedy.
Bisa dibilang, gue adalah orang pertama yang menampilkan wujud stand up comedy dalam sejarah pentas di MTsN Kediri 2 ini. Untuk percobaan pertama, gue tampil dengan materi jiplakan dari Raditya Dika, namun dengan gaya gue sendiri (maaf ya Bang!). Tampaknya penampilan gue cukup memuaskan, karena bisa membuat banyak orang tertawa. Bahkan Pak Nur Salim, kepala madrasah pun sampai terpingkal-pingkal, karena ada salah satu lawakan khas beliau yang gue pakai. Namun, gue masih mendapat beberapa kritik, seperti terlalu cepat, kurang jelas, dan materi yang copas Raditya Dika.
Untungnya, gue sempet memperbaiki penampilan gue saat perpisahan kelas 9, beberapa minggu yang lalu di aula MTs. Kali ini gue membuat materinya sendiri, dan mencoba memperbaiki gaya bicara gue. Namun sayang banget, dari sekian materi yang gue buat, beberapa di antaranya terasa nggak layak untuk ditampilkan saat momen perpisahan. Terpaksa gue hilangkan, dan durasinya jadi sedikit. Namun gue cukup puas karena bisa memperbaiki penampilan pertama gue.
Ya, itulah wujud dari ke-PD-an gue yang bisa dibilang abnormal. Sebenarnya masih ada beberapa lagi. Gue pernah jadi anggota paskib MTs, tampil maen rebana, dan laen-laen.  Namun itulah yang paling mengesankan dan membekas di hati gue.
Jadi siswa akselerasi, memang memiliki banyak tuntutan dalam hal pelajaran. Namun hal itu nggak bisa menghadang gue untuk tetap berkreasi dan berinovasi, serta meninggalkan kenangan yang mengesankan agar selalu diingat sampai kapan pun.