Monday, May 21, 2012

Sesuatu Banget yang Dimiliki Kediri


Maaf banget ya, para pembaca! Gue sibuk banget belakangan ini. Harus ngurusin masalah tes masuk sekolah lanjutan, dan perpisahan sekolah. Besok, gue udah berangkat rekreasi bareng anak-anak sekelas. Nah, di sela-sela kesibukan ini, gue ingin berbagi sesuatu pada kalian.
Berhubung gue ini anak yang doyan makan, nggak ada makanan yang nggak gue suka di dunia ini. Semua makanan yang enak maupun nggak enak, tetep gue anggep enak. Hanya dua hal yang membatasi, yakni makanan itu harus halal dan sehat. Yap, kali ini gue akan membahas tentang sambel tumpang, makanan asli Kediri yang hanya banyak ditemukan di Kediri.
Sambel tumpang memang makanan khas Kediri, kampung halaman gue. Bisa dibilang sulit jika lo mencari makanan ini di luar Kediri. Bisa saja lo menemukannya, tapi penjualnya pastilah orang asli Kediri. Kalo yang jual bukan orang Kediri, pasti rasanya nggak asli dan nggak terlalu enak.
Sambel tumpang sebenernya tidak jauh berbeda dari sambel pecel. Penyajiannya pun hampir sama, yakni dengan sayuran, nasi, dan lauk lainnya seperti tahu dan tempe. Bedanya, kalo sambel pecel berbahan baku kacang. Sedangkan sambel tumpang berbahan baku tempe busuk.
Tunggu dulu..! Tempe busuk, emang enak? Mungkin, orang luar Kediri yang belum pernah mencoba sambel tumpang, akan jijik setelah mengetahui bahan dasar makanan ini. Padahal, banyak banget orang yang menyukainya. Selain karena rasanya yang memang ‘sesuatu banget’, sambel tumpang ini membantu kelancaran sistem pencernaan kita, terutama pada bagian pembuangan.
Gue pernah membagikan angket kepada temen-temen gue di kelas. Angket itu berisi pertanyaan, “Bagaimana pendapat kalian tentang sambel tumpang?” dengan opsi jawaban “maniak”, “suka”, “biasa aja”, “nggak suka”, “benci”, dan “nggak tahu”. Dan beginilah hasil yang gue dapat :
- Maniak              : Indra
- Suka                    : Raka, Ilyas, Khusnul, Nidya, Danik, Dilla, Naja, Leli, Yusril, Ama, Ragil, Zephi
- Biasa aja            : Abdil, Tarim, Upek, Nabila, Faiz
- Nggak suka      : (N/A)
- Benci                  : (N/A)
- Nggak tahu      : Rafi
Dari sembilan belas anak (termasuk gue) yang gue kasih angket, ada satu orang yang maniak, dua belas orang yang suka, lima orang yang biasa saja, dan satu orang yang nggak tahu harus menjawab apa terhadap sambel tumpang.
Setelah ditelusuri, ternyata Rafi, anak yang nggak tahu tentang sambel tumpang itu memang belom pernah mencoba sambel tumpang. Dia memang anak yang nggak suka sambel dan pedes. Dia lebih suka makan nasi dan krupuk daripada harus menelan sayur atau sambel.
Angket di atas jelas membuktikan bahwa penggemar sambel tumpang cukup banyak. Di kelas saja, nggak ada anak yang nggak suka apalagi benci sama sambel tumpang, kecuali Si Rafi itu. Bahkan Indra, anak yang tergolong elit dan selalu jadi juara kelas itu pun maniak terhadap sambel tumpang.
Dengan rasanya yang uenak tenan, sambel tumpang tergolong sajian kuliner yang murah meriah. Kita cukup menyediakan duit lima ribu rupiah untuk bisa menikmati makanan ini dengan segala fasilitasnya. Tiga ribu buat beli nasi tumpang, seribu lima ratus buat beli es teh, dan sisanya buat parkir. Kawasan Jalan Dhoho adalah salah satu tempat yang terkenal di mana banyak orang berjualan pecel dan tumpang.
Buat yang belom pernah mencoba, segera dateng ke Kediri dan rasakan nikmatnya sambel tumpang, sobat!

Tuesday, May 8, 2012

Teman dan Sahabat

Beberapa hari yang lalu gue mendapatkan sms dari seorang adek kelas. Sms itu berisi pertanyaan seperti ini, “Apa arti teman sebenernya? Di mana kita bisa mencari teman? Menurutmu teman itu harus bagaimana?” Pertanyaan ini membuat gue tertarik untuk membahas sedikit tentang teman di sini.
Begini, adekku sayang... #plakk! (yang tanya ini bukan salah satu gado-gado cinta).
Kalo menurut gue, arti teman yang sesunguhnya itu nggak terlalu ribet sih. Teman itu adalah sesuatu yang ada bersama kita untuk menemani kita. Menemani kita saat sedang bekerja, bermain, belajar, atau bercakap-cakap. Teman itu ngga harus selalu berwujud manusia. Banyak juga orang yang menjadikan boneka, handphone, atau foto mantannya sebagai teman, karena dianggap bisa menemani.
Teman itu bisa kita dapatkan di mana saja kok. Saat kita di rumah, sekolah, jalan, mall, alun-alun, atau tempat-tempat lainnya. Bahkan bapak gue pernah mendapatkan seorang teman saat sedang ngantri WC umum. Yang penting, seorang teman itu mau menyapa, mengenal, atau bahkan hanya sekadar menemani kita. Menurut gue dia sudah pantas untuk menjadi teman kita.
Gue kira jawaban tadi udah cukup. Eh, nggak taunya dia malah tanya lagi, “Apa bedanya teman sama sahabat? Mudah nggak, mencari sahabat? Gunanya teman dan sahabat sama nggak?”
Menurut gue, tentu saja teman dan sahabat itu berbeda. Dan gue yakin semua orang setuju dengan pendapat ini. Kalau hanya sekedar menemani kita, orang itu sudah bisa kita sebut teman. Akan tetapi, sahabat lebih dari sekadar menemani. Sahabat adalah orang yang mau mengerti kita. Apalagi sahabat sejati yang selalu ada di samping kita untuk menemani, memberi support, dan menghibur kita bagaimana pun keadaannya, apa pun yang terjadi,  dan kapan pun itu.
Mencari sahabat bisa dibilang susah-susah gampang. Kita harus tau apakah sahabat itu memang benar-benar cocok atau tidak dengan kita. Kita juga harus memilih sahabat yang bisa membawa kita kepada kebaikan. Jangan sampai seorang sahabat itu malah menjerumuskan kita kepada sumur tinja yang busuk baunya.
Gue juga punya seorang sahabat sejati, nama dia Fajar. Kelakuannya nggak jauh beda dengan gue. Dia mudah bergaul, gampang dapet temen, pinter ngomong, banyak alesan, gokil, agak sinting, dan sok ganteng. Tapi dia lebih pinter dari gue, sering jadi juara kelas sedangkan gue cuma bisa membuntuti tepat dibelakangnya. Dia juga pernah menjadi juara satu pada lomba siswa berprestasi se-Kota Kediri. Selain pinter, dia juga sholeh dan taat pada ortunya.
Kelas tiga SD adalah saat pertama kalinya gue kenal dengan Fajar. Saat itu ada rolling siswa di kelas 3A dan 3B. Akhirnya gue sekelas dengan anak itu di 3B. Kita membuat sebuah perkumpulan kecil bernama Agen ROGER yang beranggotakan dua orang saja, yakni gue dan Fajar. Jika lo jeli, lo akan tau bahwa ROGER itu singkatan dari kata Raka dan Fajar.
Tiga tahun kita menjadi sahabat di SD, sampai akhirnya perpisahan kelas enam memisahkan kita. Gue masih sekolah di Kediri, tapi dia sudah merantau ke Jogja. Sekarang dia sekolah di Mualimin Jogja, madrasah dan pondok pesantren modern yang dibuat untuk mencetak kader-kader Muhammadiyah yang unggul.
Kita memang sudah berpisah selama dua tahun. Gue sudah mendapatkan banyak teman baru di MTs. Dan gue yakin, dia juga sudah punya banyak teman baru di sana. Namun persahabatan kita nggak berakhir begitu saja. Kita masih chatting-chattingan di facebook, kalo dia sempet online. Kita juga pasti ketemuan setiap kali dia pulang ke Kediri pas liburan sekolah. Kita ngobrol dan cerita-cerita tentang pengalaman yang kita dapet selama berpisah.
Asyik banget kan, punya teman dan sahabat itu? Sebagai manusia yang baik, kita harus bisa menjadi teman bagi siapa pun. Kita nggak boleh nggak mau kenal siapa-siapa. Ingat, kita ini manusia. Kita dikodratkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan bantuan makhluk lain (dalam konteks ini manusia lain). Lebih asyik lagi kalo kita mau menjadi sahabat bagi siapa saja. Kita bisa belajar banyak dari sebuah proses yang dinamakan dengan ”persahabatan.”