Monday, July 3, 2017

Wonder Woman dan Kebangkitan DC di Jagat Perfilman

Oke, pertama-tama gue minta maaf dengan sangat karena membiarkan blog ini terbengkalai, hampa tanpa tulisan-tulisan baru sejak begitu lama. Mungkin gue nulis beberapa kali, tapi gue sadar itu terlalu sedikit. Hehe. No excuse, gue cuma males nulis-nulis meski sebenernya banyak banget hal menarik yang gue alami semasa kuliah sampai tuntas semester 4 ini. Semoga tulisan tidak penting dan receh ini bisa agak mengisi kehampaan tersebut.

Btw gue udah lama nggak nonton film yang bisa bikin gue sedemikian terkesan. Tulisan ini cuma cerita biasa yang mungkin mengandung sedikit spoiler. Yang belum nonton dan nggak suka di-spoiler-in, gue udah ngingetin ya hehe.

Beberapa hari setelah lebaran, akhirnya gue nonton Wonder Woman berdua sama bapak. Awalnya gue nggak begitu tertarik nonton film yang satu ini, mengingat kicauan-kicauan audiens yang kurang mengenakkan dari beberapa film DC sebelumnya. Gara-gara si bapak ngajakin, akhirnya gue googling dulu dan menemukan bahwa rating Wonder Woman cukup tinggi, dengan lusinan pujian atas film tersebut. Oke, mangkat!


Eh, maaf salah upload gambar. Tadinya mau ngupload gambar ini:


Ternyata, gue bener-bener menikmati film ini. Perpaduan antara keseriusan jalan cerita, humor, dan rasa romantisnya sangat pas. Tidak seperti film-film DC lain yang dikenal super-serius dan kelam, Wonder Woman menurut gue berhasil meramu jalan cerita yang sangat enak buat dinikmati. Selain ceritanya yang memang oke, gue juga seneng banget sama theme song yang digunakan. Ditambah lagi, aktris yang memerankan Diana emang cakep banget. Bikin gue jadi betah nonton film ini dari awal sampe akhir. Hehe.

Tapi gue serius di sini. Salut banget sama Mbak Gal Gadot yang sukses memerankan peran sebagai Wonder Woman, alias Diana Prince, alias Diana of Themyscira daughter of Hippolyta. Mengingat bahwa berperan sebagai Diana dalam film ini tidaklah sederhana. Diana digambarkan sebagai wanita yang sangat tangguh dan pemberani, sekaligus peduli dan penyayang. Diana juga polos-polos blo’on gimana gitu ketika apa yang ia ketahui berbenturan dengan realita dunia perang modern. Berkat terlalu naifnya Mbak Diana, gue sempet meragukan keberadaan Ares sebagai musuh utama dalam film ini, yang ternyata di akhir muncul juga.

Ada satu adegan yang paling gue suka dan lumayan bikin gue tersentuh. Bagian tersebut yakni pas Diana berteriak histeris mengetahui pria kesayangannya, Steve Trevor, tewas dalam ledakan pesawat. Kemudian ada flashback dikit ke adegan ketika Steve berbicara pada Diana sebelum ia naik ke dalam pesawat. He said, “I wish we had more time. I love you,” sambil ngasih jam tangannya (yang sempet dijadiin bahan lawakan di awal film). Aw, so cute af XD

Wonder Woman adalah film keempat dari rangkaian DC Extended Universe (DCEU). Film pertamanya, Man of Steel rilis pada tahun 2013. Tiga tahun kemudian, rilis Batman v Superman yang dinanti-nanti oleh para penggemar DC comic, namun justru tidak banyak mendapatkan apresiasi positif. Suicide Squad sepertinya juga bernasib tidak jauh berbeda. Setelah film-film sebelumnya dianggap kurang berhasil, Wonder Woman berhasil meraih atensi plus pujian yang lebih dari audiens. Sebagai penggemar film fantasi, khususnya film superhero, gue pribadi puas banget nonton film ini.

Kalo boleh cerita, sebenernya sejak kecil gue lebih familiar sama superhero DC kayak Batman, Superman, Green Lantern, Wonder Woman, dan sebagainya. Jika dibandingkan dengan hero Marvel, mungkin gue cuma tau Spiderman sama Hulk doang. Dulu gue nggak tahu sama sekali tokoh Marvel kayak Iron Man, Captain America, Black Widow, dan lainnya. Namun berkat kesuksesan Marvel Cinematic Universe (MCU) di jagat perfilman, gue malah jadi tergila-gila sama superhero Marvel. Meski begitu, gue terus bertanya-tanya, kapan DC bikin yang beginian? 

Pertanyaan gue terjawab dengan hadirnya Batman v Superman: Dawn of Justice. Sayangnya, sebagaimana kita semua tahu, film tersebut dinilai kurang sukses oleh kebanyakan orang. Gue melihat Wonder Woman sebagai titik terang dari semesta perfilman DC comics. Gue nggak sabar nunggu film-film lain yang bakal dikeluarin ke depannya, berharap DCEU bisa lebih keren dari MCU.


Wednesday, May 3, 2017

Kenapa Harus Ikut Aksi?

2 Mei menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa ini. Seluruh masyarakat memperingati Hari Pendidikan Nasional, tak terkecuali di lingkungan kampus Universitas Gadjah Mada. Pada 2 Mei 2017 ini, gue ikut bergerak bareng Aliansi Mahasiswa UGM dalam aksi 2 Mei “Mengheningkan Cipta untuk Pendidikan.” Berhubung gue udah lama banget nggak nulis di blog ini, yaudah cerita ini gue post di blog ini aja. Selamat membaca!

Jujur aja, awalnya gue agak kurang peduli sama aksi kali ini. Jangan-jangan, aksi kali ini hanya bertujuan untuk mengulang romantisme aksi 2 Mei tahun lalu. Jangan-jangan, aksi kali ini cuma digerakkan sama segelintir orang aja. Gue juga mikir kalo aksinya bakal sepi-sepi aja karena wacana yang dibangun sangat mepet sekali dengan hari-H. Gue pun nggak banyak mencari tahu tentang gelaran aksi ini.

Tanggal 1 Mei malem, gue diajak buat dateng teklap aksi sama temen gue. Awalnya gue males. Tapi lama-lama gue penasaran juga, bakal kayak apa sih aksi besok? Gue pun langsung gowes ke tempat teklap digelar.

Gue dateng telat, sekitar jam setengah sepuluhan. Ini adalah teklap terakhir sebelum menggelar aksi. Berhubung gue nggak pernah dateng ke konsolidasi dan teklap sebelum-sebelumnya, dan nggak pernah baca kajian atau rilis dari lembaga-lembaga yang mengawal, gue jadi nggak tahu apa-apa. Di sana, gue sedikit tercerdaskan tentang aksi kali ini.

Ternyata, anggapan gue selama ini salah. Salah besar.

Ternyata aksi ini memang digelar untuk memperjuangkan sesuatu, melawan kedzaliman. Gue makin percaya hal itu, karena ada orang-orang baik yang gue kenal hadir di teklap itu. Gue lihat tokoh-tokoh kampus kayak Retas, Alfath, Caca, dan temen-temen gue yang lain kayak Revina, Fawwaz, Tio, dan lain-lain juga hadir di sana. Tidak hanya hadir, namun juga ikut serta menggerakkan. Gue merasa malu, kenapa sebelum ini gue nggak berusaha ikut mengawal isu yang bakal diangkat di 2 Mei ini.

Untuk mengejar ketertinggalan gue, pulang dari teklap (sekitar jam 12-an malem) gue langsung buka OA Line beberapa lembaga yang ikut mengawal aksi ini. Gue nanya-nanya ke beberapa temen gue yang gue kira faham dengan isu yang bakal diangkat dalam aksi ini. Gue juga berusaha untuk menghidupkan wacana aksi ini di grup-grup komunikasi.

Payah banget lah, masa wacana aksi ini sangat sedikit dibicarakan di lingkungan komunikasi. Kayaknya memang cuma segelintir kecil anak komunikasi yang peduli sama aksi ini. Tengah malem gitu, gue langsung ribut di grup-grup, terutama grup PH-Kadiv gue. Mencoba mengajak temen-temen buat sadar meskipun sebenernya udah telat banget. Di samping itu, gue juga nggak bisa maksain juga sih. Orang memiliki haknya untuk peduli atau tidak terhadap sebuah isu. At least I tried..

Besok paginya, gue berangkat ke kampus sekitar jam 7 pagi. Kampus belom terlalu rame, hanya ada beberapa anak yang sejak semalem nginep di Fisipol buat nyiapin banner-banner propaganda. Gue mulai bergabung dengan orang-orang di taman sansiro. Nggak lama kemudian, massa aksi dari fakultas-fakultas lain mulai berdatangan meramaikan taman sansiro Fisipol. Sama kayak tahun lalu, tempat ini jadi titik kumpul massa dari seluruh kluster soshum dan agro.

Sedikit pemanasan, yel-yel dan orasi, massa pun berangkat ke arah rektorat. Di sebelah Perpusat, massa kampus sisi timur bertemu dengan massa aksi dari kampus barat UGM. “Datang dari barat, datang dari timur, mahasiswa!” Aksi tahun ini memang nggak serame tahun lalu. Namun, gue rasa jumlah massa yang ada sudah cukup banyak untuk bisa menekan rektorat.


Sebenernya, gue nggak ikut seluruh rangkaian aksi. Gue bolak-balik kelas-rektorat-kelas-rektorat karena ada tanggungan akademik yang harus diselesaikan. Gue sempet ketinggalan beberapa hal substansial kayak pemaparan kajian dari mahasiswa dan tanggepan dari Prof Iwan sendiri.

Singkat cerita, hari pun menjelang sore. Mahasiswa memberikan ultimatum, apabila sampai pukul 18.00 seluruh dekan dan rektor belum menandatangani tuntutan yang diajukan, mahasiswa akan menduduki rektorat malam ini. Dan begitulah jadinya, ‘Makrab se-UGM Raya’ pun digelar. Say no more, I’m in!


Habis isya, gue cabut dulu ke kontrakan temen gue Ismail buat nggarap tugas psikom. Sekitar jam setengah sebelas malem, kita balik lagi ke rektorat. Di sana, gue langsung gabung sama anak-anak yang lagi ngebahas evaluasi dan bagaimana kelanjutan aksi ini di lapangan rumput balairung.

Gue bisa merasakan betapa syahdunya malam ini. Anak-anak dengan latar belakang pemikiran dan gerakan yang berbeda saling bahu-membahu, melepaskan jubah identitas dan kepentingan mereka, demi memperjuangkan keadilan. Gue hanya bisa takjub melihat mereka, Alfath, Retas, Jalu, Hikari, Syahdan, Josu, Wikan, Badrul, Ainun, dan lainnya yang belum gue kenal. Mereka saling bersintesis untuk menggerakkan aksi ini.


Selesai forum, kami menggelar aksi mengheningkan cipta. Mengheningkan cipta atas perjuangan para pejuang pendidikan. Mengheningkan cipta atas matinya nurani para birokrat kampus. “Ilmu kami adalah ilmu yang memiliki keberpihakan. Ilmu kami adalah ilmu perlawanan!”


Setelah mengheningkan cipta, gue sempet ngobrol dan main kartu sama orang-orang yang baru gue kenal hari itu juga. Anak-anak lainnya ada yang udah tidur, ada yang nyanyi-nyanyi di lapangan, ada yang nggarap opini dan propaganda, ada yang baru dateng, ada juga yang internetan. Kata temenku, internetnya kenceng banget sampe bisa download 300 MB kurang dari semenit!

Nggak lama kemudian, gue pun berangkat tidur di selasar rektorat. Kebetulan, JMF bawa karpet dari sekre jadi tidurnya nggak di ubin banget. Beberapa anak lain juga ada yang tidur di lapangan rumput balairung, ada juga yang masih melek sampai pagi. Subuh pun tiba dan salah satu anak (yang nggak tidur) ngebangunin kita buat sholat subuh. Kita sholat di mushola rektorat lantai dua. Keren ga sih, subuh-subuh gini bisa kelayaban di rektorat.

Sekitar jam enam, gue balik ke kontrakan buat mandi dan lanjut tidur lagi. Hari ini rencananya gue mau ikut seminar anti napza di Fapet. Pas mau berangkat, gue sempet ngechat Kak Retas menanyakan gimana kelanjutan aksi ini. Mengetahui dia lagi nongkrong di kantin Fisipol, gue pun mlipir dulu kesana.

Breakfast ganteng bareng petinggi-petinggi UGM

Setelah sedikit obrolan ringan, gue pun cabut ke Fapet. Dan di sinilah akhir cerita gue tentang aksi 2 Mei. Untuk gimana kelanjutannya, gue juga kurang faham karena gue nggak berada di ring dalam aksi ini. Gue hanya mahasiswa biasa yang bergerak jadi massa aksi, banyak teriak sedikit mikir hehe. Lah terus, kenapa gue harus ikut aksi kayak gini? Mungkin gue bisa jelasin dalam tiga poin singkat:

1. Aksi kali ini bertujuan baik
Jujur saja, sebenernya kadang gue bingung kalo diminta berpihak. Biasanya gue lebih suka ambil jalan tengah, atau berpihak pada ego gue sendiri. Tapi untuk aksi ini, gue yakin bener, bahwa aksi ini memang memperjuangkan kebaikan. Menyuarakan aspirasi mereka yang harusnya disuarakan, menekan kedzaliman. Gue sempet ngobrol dengan salah satu pegawai UGM, “Pejabat emang harus didemo mas. Kalo nggak, suara kita nggak bakal didenger. Tukin saya saja belum dibayar sejak demo tahun lalu.” So, nggak ada kata lagi selain LAWAN!

2. Aksi massa butuh massa aksi
Mengetahui aksi ini memiliki tujuan baik, sudah cukup membuat gue untuk ikut bergerak di sana. Gue sadar betul bahwa aksi ini membutuhkan massa untuk menekan. Dan gue faham betul, sudah banyak kawan-kawan se-antero UGM yang mampu mengorganisasikan aksi ini. Sama kayak tahun lalu, kali ini gue kembali memposisikan diri gue sebagai massa aksi, banyak teriak sedikit mikir hehe.

3. Gue memang menikmatinya
Maaf kalo kesannya egois banget, tapi sebenernya inilah yang menjadi alasan utama gue gabung sama gerakan ini. Gue memang menikmatinya. Jujur saja, gue bukan orang yang mudah tertarik ikut-ikutan aksi kalo nggak ada ‘rasa kedekatan’ dengan gue. Namun di sini, gue tahu betul apa yang diperjuangkan, gue merasa dekat dengan apa yang diperjuangkan. Gue pun menikmati segala gerak dan teriak dalam aksi ini. Rasanya tak jauh beda dengan tahun lalu.


Sekian? Sekian. Mari kita tegangkan!