Gue sempet berpikir. Ya, mikir.
Jarang-jarang gue bisa mikir kayak gini. Emang gue mikirin apa sih? Gak tau
deh. Gak jelas.
Wow, ternyata sekarang gue udah
jadi anak IC bro! Dipikir-pikir, aneh juga. Padahal, ada banyak hal yang
mendukung suatu opini, opini bahwa gue gak bakal ada di sini sekarang. Namun, sepertinya Allah “berserikeras” untuk menjebak
gue agar menghabiskan "masa-masa SMA" di “penjara suci” ini. Semoga memang begitu, dan semoga tetap begitu. Amin.
Gue bersyukur. Kalo bukan karena
ada di IC, mungkin gue gak akan selamat dari perputaran dunia yang makin alay.
Selain itu, gue bisa ketemu sama ratus-ribuan macam karakter yang berasal dari
berbagai macam daerah. Gue jadi tau, ternyata ada golongan manusia yang kalo
ngobrol pake “lo gue”-an. Dan ternyata golongan itu menganggap orang yang pake
“aku kamu” sebagai orang homo. Wow.
Ya, gue belajar banyak hal di sini.
Memang, nggak bias serta-merta gue
langsung menerima semua keadaan baru di sini. Gue butuh adaptasi. Dan, acara
yang bernama PTS alias Pekan Ta’aruf Siswa benar-benar cukup membantu dalam
proses ini. Gue (hampir) bisa hafal
semua nama lengkap cowok seangkatan hanya dalam seminggu. Hebat.
Untuk mencintai lingkungan baru ini
(IC tentunya), gue mulai dari yang kecil dulu. Maksudnya? Gue merasa kesulitan
kalo harus langsung mencintai IC yang begitu kompleks ini. Jadi, gue mulai
mencintai kelompok-kelompok kecil yang gue tergabung di dalamnya. Ya, tentu.
Habis PTS ada kelas matrikulasi.
Gue kebagian kelas M-1. Menurut mitos, para penghuni M-1 adalah anak-anak yang
jago bahasa arab. Nggak salah sih, kebanyakan temen gue di sini berasal dari
pondok dan pada jago bahasa arab. Satu hal yang masih bikin gue bingung. Kenapa
gue kok bisa masuk kelas ini? Oh, mungkin kepiawaian gue di bidang laen lebih
jongkok. Haha.
Kelas ini adalah hal mengasyikkan
pertama yang gue punya di IC. Orang-orangnya asyik-asyik, cepet akrab, hampir
gak pernah sepi, dan semacamnya. Kita juga punya tradisi, yakni bagi-bagi
makanan. Walau masa matrikulasi udah lama berakhir, namun tradisi itu masih berjalan
sampe sekarang. Kita sering ngumpul cuma
buat makan-makan. M-1, satu-satunya kelas matrik di tahun ini yang punya nama
dan motto. Neo-Maxis #makansehat.
Beranjak ke tahap berikutnya, yakni
kelas sungguhan. Gue “ditaruh” di kelas X-2 dengan absen yang sama seperti pas
matrik, 11. Menurut legenda, dari tahun ke tahun X-2 selalu berisi anak-anak
yang PD dan asyik. Kerennya mantan ketua kelas X-2 tahun lalu dan dua tahun
lalu, keduanya menjadi ketua OSIS. Asik.
Gue tetep butuh waktu untuk bisa
cinta sama kelas gue ini. Entah, bahkan dalam beberapa saat gue masih cinta
sama Neo-Maxis. Perlahan tapi pasti. Segala pe-er, ulangan, pelajaran,
kegiatan, canda, tangis, dan tawa (lebay deh -_-) gue jalani bareng mereka. Gue
masih inget gimana kelas gue mempersiapkan
perform dramanya, bupalas (buka puasa kelas)nya, bupatitan (buka puasa tiga
angkatan)nya, CIVIC Pedulinya, video klipnya, dan wah, masih banyak lagi. Oke,
waktu awal-awal dulu kita emang belom terlalu kompak sih. Namun…
“Terima kasih,” kata ini untuk salh
satu acara OSIS yang bernama GAKIC. Gue makin cinta sama kelas seiring dengan
makin kompaknya kelas. Dan hal ini bener-bener kerasa pas pertandingan basket
cowok lawan XI NS 1 di hari terakhir GAKIC. Semua anggota kelas bisa hadir di
pertandingan kelas yang terakhir itu. Perasaan tegang dari tiap anak bersatu
pas ngeliat skor yang kejar-kejaran. Namun, kelas kita belom bisa mengungguli
kelas yang emang terkenal “kuli” itu. Kita kalah.
Persetan dengan medali yang
diperoleh maupun letak di ranking hasil akhir. Kita sudah mencurahkan semuanya
untuk acara ini. Lucunya, kita hampir nggak pernah sekompak ini pada
acara-acara OSIS lainnya. Aneh.
Alma, Alya, Anggia, Kokom, Nafis,
Hani, Hilman, Atik, Cahyani, Lulu, gue, Tika, Aldo, Ihsan, Oya, Aun, Hanif, Sita,
Wafi, Ian, Salman, Savira, Syifa, dan Topik. Radixivous Avisenna, Raxivenn.
Sekarang gue lagi dalam masanya
mencintai yang lebih besar lagi. Angkatan. Padahal gue sering ngingetin
temen-temen untuk solid di angkatan. Ya, gue ketua angkatan yang payah. Gue
nggak bisa cerita banyak-banyak tentang angkatan gue. Takut sombong. Gue juga
nggak bisa cerita yang aneh-aneh tentang angkatan gue. Takut nyebarin aib. Gue cuma
bisa ngasih tau namanya. Astonic Dralen Relaston.
Udah? Udah..