Wednesday, July 9, 2014

Two Ways To Make History



“There are two ways to make history : write some words and/or take some picture”

Setelah selama setahun ini kembali berkegiatan dalam dunia jurnalistik, tiba-tiba aja gua kepikiran kata-kata di atas. Apalagi selama kelas XI kemaren, gua lumayan sering ngobrol sama seorang guru sejarah. Nampaknya ada yang menyambungkan antara keduanya, yang menghasilkan kata-kata tersebut. Ada dua cara untuk membuat sejarah : tulislah kata dan/atau ambillah gambar (foto). Menulis dan mengambil gambar, keduanya bisa kita ringkes jadi sebuah nama kegiatan : dokumentasi. Ternyata, dunia jurnalistik emang sangat berpengaruh dalam “pembuatan” sejarah itu sendiri.

Pas gua share kata-kata itu ke sosmed, ada beberapa temen yang “protes”; Kan nggak cuma dua itu doang rak; Take action juga bisa kali. Ya, itu juga bener kok. Tapi, yang gitu-gitu kebetulan agak kurang relevan sama apa yang gua maksud.

Mari kita tilik secuil aja sejarah kemerdekaan Indonesia, pas yang bagian detik-detik proklamasi kemerdekaannya aja deh. Ketika itu, semua usaha udah dikerahkan demi terlaksananya proklamasi kemerdekaan Indonesia yang sakral itu. Penculikan Soekarno untuk mengamankannya dari pengaruh Jepang, begadang bikin teks proklamasi, muter-muter di jalan raya demi menghindari pasukan Jepang yang berjaga di mana-mana, hingga sampai di tempat pembacaan proklamasi, halaman rumah Soekarno. Pembacaan proklamasi kemerdekaan pun dilaksanakan, dilanjutkan upacara pengibaran bendera.

Bayangin, gimana kalo nggak ada seorang pun yang menuliskan alur kejadian selama peristiwa tersebut berlangsung. Gak yakin cerita tentang detik-detik proklamasi itu sampe kepada kita sekarang. Bayangin, gimana kalo saat itu gak ada yang motoin Soekarno pas lagi baca teks proklamasi, atau motoin pas lagi upacara benderanya. Gak yakin kita sekarang bisa ngebayangin gimana suasana yang sebenernya saat itu. Intinya, sebenernya dokumentasilah yang mengantarkan sejarah itu pada kita. Yang membuat sejarah itu menjadi sejarah bagi kita.

Sebenernya, quotes yang gua sebut di atas tadi juga mewakili perasaan dan ekspektasi gua pas dulu bikin blog ini. Pemikiran itu juga yang terus memotivasi gua buat rajin ngisi jurnal pribadi (baca : diary) gua. Dan walaupun gua nggak punya kamera, gua selalu berusaha buat minta foto-foto kegiatan sama anak yang berkamera. Untungnya jadi divisi jurnalistik, gua jadi punya akses khusus sama hard disk OSIS yang isinya foto-foto kegiatan \m/

Tapi, kenapa harus nulis? Kenapa harus poto?

Mengingat adalah salah satu kelemahan manusia, bro (khususnya gua). Manusia nggak bisa mengingat semua hal.  Manusia bisa jadi lupa akan apa yang dilakukannya di masa silam.

So, sama sekali gak rugi kalo kita mulai mendokumentasikan apa yang kita alami saat ini. Khusus buat cowok nih, gak usah gengsi kali kalo punya diary. Kan diary isinya nggak harus curhatan-curhatan galau. Karena dengan tulisan dan gambar, kita bisa menceritakan dengan nyata kepada generasi penerus kita tentang apa yang pernah kita kerjakan di masa silam, untuk dijadikan pelajaran hidup bagi mereka.

No comments:

Post a Comment