Selamatkan Luna!
Karya
M. Ramdayanu Muzakki
3600011
“Ada apa ini? Apa yang sedang kupikirkan?!” Luna
sangat heran.
“Kau
kenapa? Kau seakan-akan mengerti apa yang sedang aku bicarakan,” ujar kucing berwarna
coklat itu bingung, polos.
“Tentu
saja aku mengerti apa yang sedang kau bicarakan, bodoh! Satu hal yang tak
kumengerti, bagaimana bisa aku mendengarmu berbicara?!” Luna menjadi emosi.
“Tenanglah,
gadis kecil,” kucing itu berusaha menenangkan.
“Argh...
Bagaimana aku bisa tenang?! Sedang mimpi apa aku ini? Masa ada kucing bisa
ngomong?!”
“Dari
dulu, kucing juga udah bisa ngomong kali. Kamu aja yang nggak pernah ngerti
cara bicara kita. Yang kau tahu hanya meang-meong aja.”
“Heh,
kamu jangan ngelunjak ya! Memang sudah semestinya kucing mengeong, bukan
ngomong kayak gini.”
“Hei
hei, ada apa di sana?” tiba-tiba terdengar suara lirih dari langit-langit. Di
sana hanya ada seekor cicak yang sedang mengadahkan pandangan ke bawah.
“Ini
lagi! Kau ngapain ikut-ikutan bicara hah?! Diamlah kalian! Aku butuh menjernihkan
pikiranku, nih!” Luna semakin bingung, semakin emosi.
“Wah,
sepertinya kepalamu tadi membentur lantai cukup keras,” gumam si kucing.
***
Siapa
yang tidak mengenal Luna? Ia sudah seperti bintang di SMA-nya. Prestasi yang
dimilikinya menjulang setinggi langit. Selalu dapat ranking satu paralel,
sering menjuarai lomba-lomba sampai tingkat nasional, dan pernah mengikuti
pertukaran pelajar ke Australia. Karenanya, ia jadi anak kesayangan para guru.
Tak
hanya prestasi di bidang akademik. Luna pun aktif di OSIS sebagai pengurus
inti. Selain itu, bakat menyanyi yang ia miliki juga tersalurkan dengan baik.
Ia sering manggung dalam banyak acara di sekolah-sekolah. Bak seorang artis, Luna
banyak digemari oleh teman-temannya. Bahkan, tak sedikit anak cowok yang
mengincarnya.
Walaupun
begitu, semua kecemerlangannya tidak membuat Luna menjadi sombong. Ia tetap
rendah hati dan mau berteman dengan siapa saja. Sejatinya, ia memang anak yang
periang, supel, dan mudah bergaul.
Suatu
hari, Luna mengalami sebuah peristiwa yang tak akan pernah lupakan selama
hidupnya. Peristiwa paling ganjil dalam hidupnya. Peristiwa yang mengubah
hidupnya. Saat di mana ia pertama kali bisa memahami percakapan hewan.
Saat
itu, Luna sedang sendirian di ruangan OSIS. Terik matahari yang menghajar siang
kala itu membuat Luna merasa kehausan. Ketika hendak mengambil air dari
dispenser, seekor kucing berwarna coklat menghampirinya. Kucing itu tidak asing
bagi Luna dan anak OSIS lainnya. Itu adalah kucing yang sudah biasa
mondar-mandir di sekitar sekolah, terutama kantin dan ruang OSIS. Bahkan, tak
jarang Luna bermain-main dengan kucing coklat tersebut.
Namun,
raut wajah kucing itu tak seperti biasanya, terlihat buas dan lapar. Tiba-tiba,
kucing itu berlari ke arah Luna dengan ganas. Luna kaget dan ketakutan.
Khawatir jika kucing betina itu terkena rabies atau penyakit sejenis, Luna
spontan berlari menjauh.
BRUK!
Luna
terpeleset dan terjatuh, pingsan. Tak ada orang yang membantunya. Saat itu,
sekolah sangat sepi karena sudah sore. Beberapa menit kemudian, Luna terbangun
dengan sendirinya, dan mendapati kucing coklat tadi berbicara padanya!
Setelah
beberapa saat bercakap-cakap dengan si kucing dan seekor cicak, Luna pun
menyadari bahwa kini dirinya bisa memahami pembicaraan semua hewan. Ia mulai
mendengarkan obrolan para burung dan sayup-sayup teriakan para semut. Ini jelas
terasa sangat aneh bagi Luna. Hidupnya kini benar-benar terasa ramai, penuh
dengan percakapan binatang.
“Kenapa
kau tadi tiba-tiba mengejarku?” protes Luna.
“Aku
hanya ingin menggodamu, kawan. Masa nggak boleh, sih?” jawab si kucing dengan
santai.
“Hadeh...
Dasar kau ini, ya!”
***
Tentu
saja Luna merahasiakan semua ini. Ia tak ingin orang lain gempar karena
kejadian yang ia alami. Ia tak ingin publik tahu mengenai kemampuan anehnya
ini.
Namun,
sesuatu yang unik pasti menarik perhatian orang. Tak terkecuali yang terjadi
pada Luna. Bagaikan sumber daya yang langka, ternyata ada sekelompok orang yang
mengincar kemampuannya. Tanpa Luna sadari, ia sedang dalam bahaya.
Suatu
siang, Luna sedang berada di rumahnya. Ia sedang dengan bermain dengan kucing
betina coklat yang tempo hari berada di sekolahnya. Ya, sejak insiden itu,
kucing tersebut dibawa pulang oleh Luna dan resmi menjadi peliharaannya. Bukan,
lebih tepatnya, kucing itu sudah menjadi temannya. Kucing itu ia bawa ke
sekolah tiap pagi dan ia bawa pulang ke rumah tiap sore. Kucing itu juga ia beri
nama Lina. Luna dan Lina, nampak seperti pasangan sahabat yang serasi. Walaupun
jauh berbeda, namun itu tak jadi soal bagi mereka berdua.
“Luna, ada yang ingin bertemu denganmu, Nak,” tiba-tiba
ibu masuk kamar Luna.
“Siapa,
Bu?”
“Entahlah,
ibu juga belum mengenal mereka. Tampang mereka mengerikan. Tapi salah satunya,
ada yang seperti peneliti-peneliti gitu, yang memakai jas putih.”
Dengan
diikuti Lina, Luna pun turun ke lantai bawah. Di ruang tamu, ia melihat tiga
orang lelaki yang tidak di kenalnya. Benar kata ibu, salah satu dari mereka
berkacamata dan mengenakan jas peneliti. Dua orang lainnya berbadan lebih besar
dan berpakaian gelap.
“Maaf,
anda siapa ya? Saya tidak ingat kalau sudah membuat janji dengan siapa pun
siang ini,” Luna berusaha sopan.
“Maaf
jika kedatangan kami mengganggumu. Tapi kami memiliki alasan untuk itu,” ujar
lelaki berjas putih.
“Ada
perlu apa?”
“Kami
adalah peneliti yang bekerja untuk pemerintah. Spesifikasi tugas kami adalah
meneliti hal-hal ganjil yang terjadi pada manusia. Sepertinya saya tidak perlu
berpanjang lebar lagi, nona. Kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
kemampuan unikmu. Apa lagi kalau bukan berbicara dengan hewan,” pria yang
mengaku peneliti itu menjelaskan.
Luna
jelas kaget. Bukankah ia sudah merahasiakan kemampuannya ini dari siapa pun?
Bahkan orang tuanya pun tak tahu kalau ia bisa berbicara dengan hewan. Lalu,
bagaimana orang-orang asing ini bisa tahu?
Luna
terdiam sejenak.
“Kami
hanya ingin mengetahui sedikit lebih banyak tentang dirimu. Kami akan membawamu
ke laboraturium kami. Kau tak perlu takut. Semua ini akan mudah jika kau
menuruti kata-kataku,” kata pria tadi.
“Aku
tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan, Tuan,” Luna berpura-pura. “Dan
jelas saya menolak jika kau akan membawaku pergi.”
“Ah, andai
saja kau bisa diajak bekerjasama,” ujar pria berkacamata itu.
Dua
pria besar di belakangnya mendekati Luna. Tak sempat Luna berteriak minta
tolong, dua pria itu sudah meringkusnya, membuat Luna tak sadar dengan obat
bius. Semua ini sudah seperti penculikan yang direncanakan. Luna pun dibawa
kabur oleh tiga orang asing itu.
Lina
berusaha mengeong sekeras mungkin. Ibu pun segera datang ke ruang tamu. Namun
sayang, semua sudah terlambat.
“Apa
yang terjadi, Lina? Mana Luna?” ibu panik seketika.
Lina
hanya mengeong.
“Ah,
andaikan aku bisa mengerti apa yang kau bicarakan, kucing manis. Aduh, aku
harus menelpon polisi!” ibu tetap berusaha tenang.
***
Sebenarnya,
percuma saja menghubungi polisi. Sindikat penelitian itu sudah bersekongkol
dengan banyak pihak. Kalaupun diminta mencarikan, paling-paling para polisi
hanya berpura-pura. Pada akhirnya, mereka akan berkata bahwa mereka tak bisa
menemukan Luna serta meminta keluarganya untuk tenang dan bersabar.
Hari
sudah gelap. Seharian ini Luna belum ditemukan. Semua orang di rumah gelisah,
berharap Luna segera ditemukan. Tak terkecuali Lina. Ia sangat mengkhawatirkan
Luna, sahabatnya itu.
Lina
merasa bahwa dirinya tak bisa diam saja. Ia bertekad ingin menyelamatkan Luna.
Menurutnya, mustahil jika harus mengandalkan manusia-manusia itu. Ia akan
mengusahakannya bersama teman-teman hewannya.
Esoknya,
pagi-pagi sekali, Lina sudah berangkat keluar rumah untuk mengumpulkan
kekuatan. Ya, kekuatan armada tempur untuk menyelamatkan Luna.
Hewan
pertama yang ia datangi adalah seekor anjing tua yang tinggal di sebelah
sungai. Dulunya, ia adalah anjing pelacak milik kepolisian nasional. Anjing itu
kabur dari pekerjaannya dan sekarang tinggal di pinggir sungai. Ia tak suka
dikekang dan bekerja untuk manusia. Ia lebih senang hidup bebas seperti
sekarang.
“Baiklah,
aku bersedia. Lagipula, sejak kemarin belum hujan kan? Tentu akan lebih mudah
untuk menemukan gadis itu,” jawab anjing itu ketika Lina memohon padanya.
Roger,
nama anjing itu. Kunci utama dari pencarian ini sudah ada di tangan. Lina masih
mencari banyak armada lagi. Pasukan burung, tikus-tikus got, para musang, tupai,
dan masih banyak lagi.
Siangnya,
para hewan ini sudah berangkat mencari letak keberadaan Luna. Tidak akan ada
manusia yang menyadari gerakan ini. Mereka tak peduli karena terlalu sibuk
dengan urusan mereka.
***
Pintu
ruangan besar itu terbuka, menghasilkan suara yang tidak terlalu enak didengar.
“Kami
akan memulainya hari ini, Luna,” ujar pria berjas putih. Ia menutup pintu
kembali, menguncinya.
“Hei,
lepaskan aku! Sudah aku bilang kan, aku tak tahu menahu tentang kemampuan yang
kemarin kau bicarakan. Cepat lepaskan!” teriak Luna dari dalam kurungan besi
yang tidak terlalu besar.
“Tak usah
berbohong. Sudah cukup lama kami mengawasimu, Luna,” pria itu mendekat.
“Tolong...!
Siapa pun tolong aku. Kumohon!” Luna berteriak. Percuma, tak ada siapa pun di
sana. Hanya mereka berdua.
BRAK!
Pintu
kembali terbuka dengan kasar. Segerombolan hewan masuk ke dalam ruangan itu.
Ternyata, Lina berhasil mengumpulkan bala bantuan. Tidak tanggung-tanggung,
Lina juga meminta tolong kepada beruang yang ia temui dalam perjalanan. Beruang
itulah yang tadi mendobrak pintu.
“Lina,
apa itu kau? Lina...!” Luna berteriak kesenangan.
“Luna,
aku datang menjemputmu!” Lina mengeong kencang.
Hewan-hewan
yang sangat banyak jumlahnya dan beragam jenisnya terus berdatangan memasuki
ruangan itu.
“Apa
yang terjadi? Ada apa di luar sana?” pria berjas putih berbicara kepada
rekannya menggunakan walkie talkie,
panik.
“Segerombolan
hewan tiba-tiba datang, Pak. Mereka seakan-akan memaksa ingin masuk. Kami tak
bisa menghentikan mereka. Monyet-monyet ini sangat merepotkan,” ujar orang di
sana.
Tiba-tiba,
seekor monyet datang membawa serenceng kunci. Dengan gesit, monyet itu
menerobos masuk dan memberikannya kepada Luna. Setelah mencoba-coba beberapa
kali, Luna pun berhasil membebaskan diri dari kurungan besi. Sementara itu,
pria berjas putih sedang disibukkan dengan para hewan yang menahannya.
“Terimakasih,
Lina. Wow, kau yang melakukan semua ini? Kau memang hebat, kawan!” Luna memeluk
Lina erat-erat.
“Senang
bisa membantumu, Luna,” ujar Lina.
“Mau
kemana kau, Lina?” masih tak bisa bergerak, pria berjas putih berteriak.
“Urusan kita belum selesai!”
“Cukup.
Aku tak akan berurusan denganmu lagi. Kuberitahu satu hal padamu: kami bisa
saja menghancurkan laboraturium ini sekarang juga. Armada kami sangat banyak!
Tapi kurasa itu tidak perlu. Kecuali jika kau berani mendatangiku lagi, aku tak
akan sungkan-sungkan. Camkan itu, jelek!” kata Luna.
***
Satu
bulan berlalu sejak kejadian itu. Tentu saja, saat itu Luna pulang dengan
selamat. Akhirnya, ia pun menceritakan semuanya kepada orang tuanya. Ya, hanya kedua
orang tuanya.
Dengan
mempertimbangkan banyak hal, akhirnya mereka sekeluarga, termasuk Lina
tentunya, pindah ke Australia. Luna sangat cepat beradaptasi. Sekarang, ia
sudah memiliki banyak teman, baik manusia maupun hewan-hewan di sana.
Kemampuan
itu akan tetap ia miliki hingga dewasa nanti. Memang tidak mudah jika kita
memiliki suatu kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun, hal
tersebut akan menjadi manfaat jika kita dapat menggunakannya dengan baik.
No comments:
Post a Comment