Tuesday, September 9, 2014

Selamatkan Luna!



Selamatkan Luna!
Karya M. Ramdayanu Muzakki
3600011

 “Ada apa ini? Apa yang sedang kupikirkan?!” Luna sangat heran.


“Kau kenapa? Kau seakan-akan mengerti apa yang sedang aku bicarakan,” ujar kucing berwarna coklat itu bingung, polos.


“Tentu saja aku mengerti apa yang sedang kau bicarakan, bodoh! Satu hal yang tak kumengerti, bagaimana bisa aku mendengarmu berbicara?!” Luna menjadi emosi.


“Tenanglah, gadis kecil,” kucing itu berusaha menenangkan.


“Argh... Bagaimana aku bisa tenang?! Sedang mimpi apa aku ini? Masa ada kucing bisa ngomong?!”


“Dari dulu, kucing juga udah bisa ngomong kali. Kamu aja yang nggak pernah ngerti cara bicara kita. Yang kau tahu hanya meang-meong aja.”


“Heh, kamu jangan ngelunjak ya! Memang sudah semestinya kucing mengeong, bukan ngomong kayak gini.”


“Hei hei, ada apa di sana?” tiba-tiba terdengar suara lirih dari langit-langit. Di sana hanya ada seekor cicak yang sedang mengadahkan pandangan ke bawah.


“Ini lagi! Kau ngapain ikut-ikutan bicara hah?! Diamlah kalian! Aku butuh menjernihkan pikiranku, nih!” Luna semakin bingung, semakin emosi.


“Wah, sepertinya kepalamu tadi membentur lantai cukup keras,” gumam si kucing.
***

Siapa yang tidak mengenal Luna? Ia sudah seperti bintang di SMA-nya. Prestasi yang dimilikinya menjulang setinggi langit. Selalu dapat ranking satu paralel, sering menjuarai lomba-lomba sampai tingkat nasional, dan pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Australia. Karenanya, ia jadi anak kesayangan para guru.

Tak hanya prestasi di bidang akademik. Luna pun aktif di OSIS sebagai pengurus inti. Selain itu, bakat menyanyi yang ia miliki juga tersalurkan dengan baik. Ia sering manggung dalam banyak acara di sekolah-sekolah. Bak seorang artis, Luna banyak digemari oleh teman-temannya. Bahkan, tak sedikit anak cowok yang mengincarnya.

Walaupun begitu, semua kecemerlangannya tidak membuat Luna menjadi sombong. Ia tetap rendah hati dan mau berteman dengan siapa saja. Sejatinya, ia memang anak yang periang, supel, dan mudah bergaul.

Suatu hari, Luna mengalami sebuah peristiwa yang tak akan pernah lupakan selama hidupnya. Peristiwa paling ganjil dalam hidupnya. Peristiwa yang mengubah hidupnya. Saat di mana ia pertama kali bisa memahami percakapan hewan.

Saat itu, Luna sedang sendirian di ruangan OSIS. Terik matahari yang menghajar siang kala itu membuat Luna merasa kehausan. Ketika hendak mengambil air dari dispenser, seekor kucing berwarna coklat menghampirinya. Kucing itu tidak asing bagi Luna dan anak OSIS lainnya. Itu adalah kucing yang sudah biasa mondar-mandir di sekitar sekolah, terutama kantin dan ruang OSIS. Bahkan, tak jarang Luna bermain-main dengan kucing coklat tersebut.

Namun, raut wajah kucing itu tak seperti biasanya, terlihat buas dan lapar. Tiba-tiba, kucing itu berlari ke arah Luna dengan ganas. Luna kaget dan ketakutan. Khawatir jika kucing betina itu terkena rabies atau penyakit sejenis, Luna spontan berlari menjauh.

BRUK!

Luna terpeleset dan terjatuh, pingsan. Tak ada orang yang membantunya. Saat itu, sekolah sangat sepi karena sudah sore. Beberapa menit kemudian, Luna terbangun dengan sendirinya, dan mendapati kucing coklat tadi berbicara padanya!

Setelah beberapa saat bercakap-cakap dengan si kucing dan seekor cicak, Luna pun menyadari bahwa kini dirinya bisa memahami pembicaraan semua hewan. Ia mulai mendengarkan obrolan para burung dan sayup-sayup teriakan para semut. Ini jelas terasa sangat aneh bagi Luna. Hidupnya kini benar-benar terasa ramai, penuh dengan percakapan binatang.

“Kenapa kau tadi tiba-tiba mengejarku?” protes Luna.

“Aku hanya ingin menggodamu, kawan. Masa nggak boleh, sih?” jawab si kucing dengan santai.

“Hadeh... Dasar kau ini, ya!”
***


Tentu saja Luna merahasiakan semua ini. Ia tak ingin orang lain gempar karena kejadian yang ia alami. Ia tak ingin publik tahu mengenai kemampuan anehnya ini.

Namun, sesuatu yang unik pasti menarik perhatian orang. Tak terkecuali yang terjadi pada Luna. Bagaikan sumber daya yang langka, ternyata ada sekelompok orang yang mengincar kemampuannya. Tanpa Luna sadari, ia sedang dalam bahaya.

Suatu siang, Luna sedang berada di rumahnya. Ia sedang dengan bermain dengan kucing betina coklat yang tempo hari berada di sekolahnya. Ya, sejak insiden itu, kucing tersebut dibawa pulang oleh Luna dan resmi menjadi peliharaannya. Bukan, lebih tepatnya, kucing itu sudah menjadi temannya. Kucing itu ia bawa ke sekolah tiap pagi dan ia bawa pulang ke rumah tiap sore. Kucing itu juga ia beri nama Lina. Luna dan Lina, nampak seperti pasangan sahabat yang serasi. Walaupun jauh berbeda, namun itu tak jadi soal bagi mereka berdua.

“Luna, ada yang ingin bertemu denganmu, Nak,” tiba-tiba ibu masuk kamar Luna.

“Siapa, Bu?”

“Entahlah, ibu juga belum mengenal mereka. Tampang mereka mengerikan. Tapi salah satunya, ada yang seperti peneliti-peneliti gitu, yang memakai jas putih.”

Dengan diikuti Lina, Luna pun turun ke lantai bawah. Di ruang tamu, ia melihat tiga orang lelaki yang tidak di kenalnya. Benar kata ibu, salah satu dari mereka berkacamata dan mengenakan jas peneliti. Dua orang lainnya berbadan lebih besar dan berpakaian gelap.

“Maaf, anda siapa ya? Saya tidak ingat kalau sudah membuat janji dengan siapa pun siang ini,” Luna berusaha sopan.

“Maaf jika kedatangan kami mengganggumu. Tapi kami memiliki alasan untuk itu,” ujar lelaki berjas putih.

“Ada perlu apa?”

“Kami adalah peneliti yang bekerja untuk pemerintah. Spesifikasi tugas kami adalah meneliti hal-hal ganjil yang terjadi pada manusia. Sepertinya saya tidak perlu berpanjang lebar lagi, nona. Kami ingin mengetahui lebih lanjut mengenai kemampuan unikmu. Apa lagi kalau bukan berbicara dengan hewan,” pria yang mengaku peneliti itu menjelaskan.

Luna jelas kaget. Bukankah ia sudah merahasiakan kemampuannya ini dari siapa pun? Bahkan orang tuanya pun tak tahu kalau ia bisa berbicara dengan hewan. Lalu, bagaimana orang-orang asing ini bisa tahu?

Luna terdiam sejenak.

“Kami hanya ingin mengetahui sedikit lebih banyak tentang dirimu. Kami akan membawamu ke laboraturium kami. Kau tak perlu takut. Semua ini akan mudah jika kau menuruti kata-kataku,” kata pria tadi.

“Aku tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan, Tuan,” Luna berpura-pura. “Dan jelas saya menolak jika kau akan membawaku pergi.”

“Ah, andai saja kau bisa diajak bekerjasama,” ujar pria berkacamata itu.

Dua pria besar di belakangnya mendekati Luna. Tak sempat Luna berteriak minta tolong, dua pria itu sudah meringkusnya, membuat Luna tak sadar dengan obat bius. Semua ini sudah seperti penculikan yang direncanakan. Luna pun dibawa kabur oleh tiga orang asing itu.

Lina berusaha mengeong sekeras mungkin. Ibu pun segera datang ke ruang tamu. Namun sayang, semua sudah terlambat.

“Apa yang terjadi, Lina? Mana Luna?” ibu panik seketika.

Lina hanya mengeong.

“Ah, andaikan aku bisa mengerti apa yang kau bicarakan, kucing manis. Aduh, aku harus menelpon polisi!” ibu tetap berusaha tenang.
***

Sebenarnya, percuma saja menghubungi polisi. Sindikat penelitian itu sudah bersekongkol dengan banyak pihak. Kalaupun diminta mencarikan, paling-paling para polisi hanya berpura-pura. Pada akhirnya, mereka akan berkata bahwa mereka tak bisa menemukan Luna serta meminta keluarganya untuk tenang dan bersabar.

Hari sudah gelap. Seharian ini Luna belum ditemukan. Semua orang di rumah gelisah, berharap Luna segera ditemukan. Tak terkecuali Lina. Ia sangat mengkhawatirkan Luna, sahabatnya itu.

Lina merasa bahwa dirinya tak bisa diam saja. Ia bertekad ingin menyelamatkan Luna. Menurutnya, mustahil jika harus mengandalkan manusia-manusia itu. Ia akan mengusahakannya bersama teman-teman hewannya.

Esoknya, pagi-pagi sekali, Lina sudah berangkat keluar rumah untuk mengumpulkan kekuatan. Ya, kekuatan armada tempur untuk menyelamatkan Luna.

Hewan pertama yang ia datangi adalah seekor anjing tua yang tinggal di sebelah sungai. Dulunya, ia adalah anjing pelacak milik kepolisian nasional. Anjing itu kabur dari pekerjaannya dan sekarang tinggal di pinggir sungai. Ia tak suka dikekang dan bekerja untuk manusia. Ia lebih senang hidup bebas seperti sekarang.

“Baiklah, aku bersedia. Lagipula, sejak kemarin belum hujan kan? Tentu akan lebih mudah untuk menemukan gadis itu,” jawab anjing itu ketika Lina memohon padanya.

Roger, nama anjing itu. Kunci utama dari pencarian ini sudah ada di tangan. Lina masih mencari banyak armada lagi. Pasukan burung, tikus-tikus got, para musang, tupai, dan masih banyak lagi.
Siangnya, para hewan ini sudah berangkat mencari letak keberadaan Luna. Tidak akan ada manusia yang menyadari gerakan ini. Mereka tak peduli karena terlalu sibuk dengan urusan mereka.
***

Pintu ruangan besar itu terbuka, menghasilkan suara yang tidak terlalu enak didengar.

“Kami akan memulainya hari ini, Luna,” ujar pria berjas putih. Ia menutup pintu kembali, menguncinya.

“Hei, lepaskan aku! Sudah aku bilang kan, aku tak tahu menahu tentang kemampuan yang kemarin kau bicarakan. Cepat lepaskan!” teriak Luna dari dalam kurungan besi yang tidak terlalu besar.

“Tak usah berbohong. Sudah cukup lama kami mengawasimu, Luna,” pria itu mendekat.

“Tolong...! Siapa pun tolong aku. Kumohon!” Luna berteriak. Percuma, tak ada siapa pun di sana. Hanya mereka berdua.

BRAK!

Pintu kembali terbuka dengan kasar. Segerombolan hewan masuk ke dalam ruangan itu. Ternyata, Lina berhasil mengumpulkan bala bantuan. Tidak tanggung-tanggung, Lina juga meminta tolong kepada beruang yang ia temui dalam perjalanan. Beruang itulah yang tadi mendobrak pintu.

“Lina, apa itu kau? Lina...!” Luna berteriak kesenangan.

“Luna, aku datang menjemputmu!” Lina mengeong kencang.

Hewan-hewan yang sangat banyak jumlahnya dan beragam jenisnya terus berdatangan memasuki ruangan itu.

“Apa yang terjadi? Ada apa di luar sana?” pria berjas putih berbicara kepada rekannya menggunakan walkie talkie, panik.

“Segerombolan hewan tiba-tiba datang, Pak. Mereka seakan-akan memaksa ingin masuk. Kami tak bisa menghentikan mereka. Monyet-monyet ini sangat merepotkan,” ujar orang di sana.

Tiba-tiba, seekor monyet datang membawa serenceng kunci. Dengan gesit, monyet itu menerobos masuk dan memberikannya kepada Luna. Setelah mencoba-coba beberapa kali, Luna pun berhasil membebaskan diri dari kurungan besi. Sementara itu, pria berjas putih sedang disibukkan dengan para hewan yang menahannya.

“Terimakasih, Lina. Wow, kau yang melakukan semua ini? Kau memang hebat, kawan!” Luna memeluk Lina erat-erat.

“Senang bisa membantumu, Luna,” ujar Lina.

“Mau kemana kau, Lina?” masih tak bisa bergerak, pria berjas putih berteriak. “Urusan kita belum selesai!”

“Cukup. Aku tak akan berurusan denganmu lagi. Kuberitahu satu hal padamu: kami bisa saja menghancurkan laboraturium ini sekarang juga. Armada kami sangat banyak! Tapi kurasa itu tidak perlu. Kecuali jika kau berani mendatangiku lagi, aku tak akan sungkan-sungkan. Camkan itu, jelek!” kata Luna.
***

Satu bulan berlalu sejak kejadian itu. Tentu saja, saat itu Luna pulang dengan selamat. Akhirnya, ia pun menceritakan semuanya kepada orang tuanya. Ya, hanya kedua orang tuanya.

Dengan mempertimbangkan banyak hal, akhirnya mereka sekeluarga, termasuk Lina tentunya, pindah ke Australia. Luna sangat cepat beradaptasi. Sekarang, ia sudah memiliki banyak teman, baik manusia maupun hewan-hewan di sana.

Kemampuan itu akan tetap ia miliki hingga dewasa nanti. Memang tidak mudah jika kita memiliki suatu kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun, hal tersebut akan menjadi manfaat jika kita dapat menggunakannya dengan baik.

No comments:

Post a Comment